Yadi Roqib Jabbar: Dari Aceng Fikri ke Euis Ida, Sejarah Kelam Pelanggaran Etik di Garut

- 17 Juni 2024, 13:04 WIB
Ketua DPRD Garut, Hj. Euis Ida Wartiah
Ketua DPRD Garut, Hj. Euis Ida Wartiah /

GARUT60DETIK - Garut, sebuah wilayah yang kaya akan sejarah dan budaya, kini kembali dihadapkan pada persoalan etika kepemimpinan yang menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakatnya. Sosok Yadi Roqib Jabbar, seorang penggiat sosial, melontarkan kritik terhadap Ketua DPRD Garut, Hj. Euis Ida Wartiah. Dengan sentuhan sindiran, Yadi mengungkapkan bahwa bayangan kelam pelanggaran etik di Garut tampaknya terus menghantui, memunculkan pertanyaan besar tentang proses seleksi dan karakter para pemimpinnya.

Dalam pernyataannya yang penuh penekanan, Yadi mengatakan, "Sangat disayangkan apa yang dilakukan Hj. Euis Ida Wartiah berulang kali terjadi. Jika memang ini sudah bawaan karakter, saya mempertanyakan, apakah saat muscab Golkar pemilihan ketua DPD ada tes psikologis atau tidak? Wajar saya mempertanyakan hal itu karena untuk memimpin sebuah organisasi, psikotes itu penting untuk mengetahui kejiwaan seseorang." ungkap Yadi

Baca Juga: Mengintip Pundi-Pundi DPRD: Menjelang Pelantikan 2024 Fakta Menarik di Balik Gaji dan Tunjangan

Kritik Yadi tidaklah tanpa dasar. Ia mengingatkan masyarakat akan masa lalu, ketika mantan Bupati Garut, Aceng Fikri, dimakzulkan akibat pelanggaran etik yang berujung pada masalah pribadi. "Euis Ida Wartiah berhadapan dengan 2 juta masyarakat Garut, sama seperti Aceng Fikri dulu. Namun, yang kali ini, kita harus lebih waspada," tambahnya dengan nada serius.

Sebagai seorang penggiat sosial yang peduli, Yadi merasakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi kepemimpinan di Garut yang seolah-olah tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalu. Ia menegaskan bahwa evaluasi karakter dan kejiwaan bagi setiap calon pemimpin adalah langkah krusial yang tidak boleh diabaikan. Bukan sekadar formalitas belaka, tetapi sebagai fondasi untuk memastikan bahwa pemimpin tersebut benar-benar layak dan siap menghadapi tanggung jawab besar.

"Pimpinan yang baik harus memiliki integritas dan stabilitas emosional. Tanpa itu, bagaimana bisa mereka mengambil keputusan yang bijak untuk masyarakat?" Pungkas Yadi dengan nada yang penuh sindiran namun sarat makna.

Pernyataan Yadi ini mencerminkan kekecewaan mendalam dari masyarakat yang mulai mempertanyakan mekanisme pemilihan dan seleksi dalam partai politik, terutama di Golkar. Diharapkan, kritik yang dilontarkan ini dapat menjadi pemicu perubahan yang lebih baik dalam mekanisme seleksi calon pemimpin, sehingga kejadian serupa tidak lagi menghantui masa depan Garut. **

 

Editor: Deni Gartiwa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah