GARUT60DETIK - Kejaksaan Negeri Garut menegaskan komitmennya dalam penanganan kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) melalui penyelenggaraan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang berfokus pada Perspektif Keadilan Restoratif. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari penuh, pada Jumat dan Sabtu, 13-14 Juni 2025, bertempat di Aula R. Soeprapto Kejaksaan Negeri Garut.
Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Dr. (C) Helena Octavianne, S.H., M.H., CSSL., CCD., menyampaikan bahwa Bimtek ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas aparat penegak hukum, lembaga layanan, serta pendamping korban dalam menangani perkara TPKS secara holistik. "Pendekatan yang kami tekankan adalah pemulihan korban," ujar Helena saat membuka acara.
Lebih lanjut, Bimtek ini juga mendalami pemahaman Undang-Undang TPKS serta implementasinya di lapangan, dengan mengintegrasikan aspek Hak Asasi Manusia (HAM), perlindungan korban, dan perspektif gender.
Sejumlah narasumber nasional turut dihadirkan untuk membagikan keahlian dan pengalaman mereka. Di antaranya adalah Dr. Erni Mustikasari, S.H., M.H. (Jaksa pada Sekretaris Jampidum); Reza Indragiri Amriel, MCrim (Psikolog Forensik); Dr. Lenna Andriyani, S.H., M.H. (Kasi Wil II Penuntutan Dir Oharda Jampidum); dan Wiwiek Awiati, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

Peserta Bimtek berasal dari beragam instansi lintas sektoral, menunjukkan upaya koordinasi yang menyeluruh. Mereka termasuk jaksa dari Kejaksaan Negeri se-Priangan Timur (Garut, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, dan Kota Banjar), penyidik dari Kepolisian Resor Garut, pekerja sosial dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota se-Priangan Timur, serta konselor dari Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten/Kota se-Priangan Timur.
Materi Mendalam dari Berbagai Sudut Pandang
Dalam sesi materi, Dr. Erni Mustikasari menjelaskan pemenuhan unsur delik TPKS dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Ia juga memaparkan perubahan konsep TPKS dalam KUHP Nasional, termasuk perluasan terminologi perkosaan dan penerapan konsep blanco strafbepaligen yang kini mengklasifikasikan tindak pidana kesusilaan sebagai tindak pidana terhadap tubuh.